Pemuda Di Fase Quarter Life Crisis Bicara Tentang Cinta Tuhan

Ilustrasi Pemuda Di Fase Quarter Life Crisis

oleh : IESAR
Pemuda Di Fase Quarter Life Crisis Bicara Tentang Cinta TuhanSofi, seorang pria remaja yang baru saja menyelesaikan studinya dan bergelar sebagai Sarjana Hukum dengan nilai yang bisa dibilang memuasakan, sepertinya sudah lupa dengan euforia wisuda beberapa pekan lalu dan sedang sedikit merasa kegelisahan akan bagaimana nasib nya setelah menjadi sarjana, Sofi sebenarnya anak yang cukup cerdas dan jika dia ingin melemar pekerjaan ke suatu kantor mungkin peluangnya cukup besar untuk diterima, namun Sofi adalah remaja yang memiliki idealisme yang cukup tinggi dan tipe orang yang tidak nyaman untuk bekerja di dalam tekanan khas pekerjaan kantoran, yang membuat Sofi bingung adalah dia sudah bergelar sarjana namun seperti tidak punya keahlian khusus yang dianggapnya bisa menjadikan dia mandiri tanpa harus bekerja di kantor. Sofi pun melamun di teras rumah dan berbicara dalam hati.

“Aku ini udah kuliah hampir lima tahun tapi kok kaya nggak dapat apa-apa, udah lulus gini tapi kok masih ngerasa salah jurusan, kenapa aku dulu nggak ngambil jurusan tata boga, kalo nggak mau kerja ikut orang kan simple tinggal buat kue atau apa yang bisa dijual”

Mungkin saat ini Sofi sedang dalam fase quarter life crisis. Kalau istilah gampangnya adalah krisis jati diri yang sebenarnya mungkin setiap manusia akan mengalaminya namun mungkin berbeda subyek masalah dan momennya saja, namun yang terjadi pada Sofi sangat unik karena dari awal masuk kuliah dia sudah merasakan krisis jati diri ini dan seperti belum bisa keluar dari fase ini, sofi adalah tipe remaja yang sangat mudah bosan dengan suatu hal, sehingga dia tidak bisa untuk fokus disuatu bidang untuk ditekuni dan dijadikan passion nya.

Saat ini pun Sofi seperti luntang-lantung tanpa kepastian untung saja kedua orang tuanya cukup sabar dan tidak banyak menuntut pada sofi agar segera punya pekerjaan. Kegiatan sehari-harinya pun hanya makan,tidur dan ngopi bersama teman sekampungnya.

Belum selesai dari lamunannya diteras rumah sofi memperhatikan seorang yang sudah cukup tua dan pekerjaan sehari-harinya hanya merumput atau ngarit untuk pakan sapinya, orang kampong biasa memanggil pria tua ini dengan sebutan mbah Sular, Sofi pun kembali berbicara dalam hati.
“Mbah sular ini kok hidupe santai tenan yo seperti tanpa beban dan memiliki kepastian untuk besok hari harus ngapain, sedangkan aku yang sarjana untuk mengetahui besok harus ngapain pun masih bingung”

Ilustrasi Mbah Sular

Tiga bulan berlalu Sofi pun masih menjadi sarjana lontang-lantung, kali ini Sofi sudah merasa cukup bosan dan lelah, Sofi merasa seperti kosong dan bingung nggak jelas, tiba-tiba Sofi teringat nasihat guru ngajinya waktu SMP bahwa saat merasa kosong dan bingung mungkin hubunganmu dengan penciptamu kurang baik, Sofi pun berusaha memperbaiki hubungannya dengan Allah dengan cara lebih rajin untuk sholat dan sesekali jamaah di masjid.

Saat Sofi sedang di masjid sofi dibuat kagum dengan sosok Mbah sular yang selalu di masjid setiap saat jika Sofi di masjid juga, dalam hati Sofi bergumam. “Mbah sular iki keren yo walaupun siang capek ngarit tapi pas maghrib berada di shaf paling depan dan beliau tetap pede ke masjid walaupun pakai baju compang-camping”.

Waktu sholat sedang di tunaikan pun Sofi agak gagal fokus dan sibuk melihat Mbah sular yang sholat dengan baju compang-camping dan telapak kaki yang pecah-pecah parah sudah kaya tanah sawah yang kekeringan.

Setelah di rumah Sofi pun tetap terbayang sosok Mbah sular dan punya pikiran sesekali ngajak mbah sular ngobrol untuk mengenal lebih dalam, karena Mbah sular ini di kampong sosoknya cukup misterius dan sangat pendiam, uniknya lagi Mbah sular yang notabennya sudah tua oleh orang kampung di panggil “CUNG” yang lazimnya digunakan untuk panggilan bocah kecil, Mbah sular ini memang hidupnya unik sekali di zaman yang modern seperti ini rumah mbah sular masih belum dialiri listrik, jadi saat malam tiba rumah mbah sular hanya diterangi lampu ublik dan sangat setia dengan rokok klobot seharga 2500 yang dinikmati untuk melepas lelah selepas ngarit.

Kembali ke remaja labil bernama Sofi yang masih belum selesai dari kebingungan nya akan masa depan yang kini di rasa semakin parah dan sampai terhasut pikiran setan, di pikiran Sofi mulai muncul asumsi bahwa tuhan tidak sayang dengan Sofi karena dibiarkan kebingungan tanpa solusi padahal Sofi sudah merasa rajin ibadah dan juga sudah berusaha untuk mencari kerja.

Seperti biasa jika sudah malam dan Sofi merasa bosan dirumah dia pun pergi ke warung kopi disudut kampung, dan yang biasa menemani Sofi ngopi adalah teman masa kecilnya bernama Panjol. Saat di warkop Sofi selalu di buat ketawa cekikikan oleh Panjol yang memang humoris atau memang sudah stress akan masalah hidupnya, malam semakin larut dan warkop mulai sepi, Sofi pun ingin berbicara tentang hal serius dengan panjol, Sofi pun langsung melempar pertanyaan

“Njol, menurutmu tuhan sayang nggak ke mbah sular yang hidupe di sepelakan orang gitu ?”

Suasana pun langsung hening dan panjol yang berwajah lucu itu langsung ganti ekspresi sangat serius,dan balik bertanya pada Sofi.

“Emang kamu merasa selama ini tuhan nggak sayang kamu?”

“Apakah kamu berasumsi tuhan sedang menghinakan Mbah sular karena mentakdirkan Mbah sular yang sehari-hari hanya ngarit dan berbaju compang-camping serta seperti dijauhi masyarakat ?”

Sofi pun agak kaget melihat Panjol yang sedikit nyolot dan agak sedikit emosi karena pertanyaannya dijawab dengan pertanyaan, Sofi pun makin bingung dan menyuruh Panjol memberi jawaban akan pertanyaan itu, Panjol pun langsung meluruskan asumsi-asumsi liar yang dikeluarkan.

“Kalo menurutku Sof, Tuhan itu mencintai hambanya dengan cara yang berbeda-beda, dan kita juga harus selalu berpikir positif tentang ketetapan tuhan, bisa jadi dengan ditakdirkan nya kehidupan Mbah sular seperti itu sebenarnya kasih sayang tuhan amat dahsyat pada mbah sular”.

Sofi pun langsung nyaut dengan cepat.

“Kok bisa gitu njol ?”

“Mbah sular iku kalo tak perhatiin dia itu seperti gak pernah sombong akan keaadannya dan seperti nggak pernah peduli dengan apa yang dimiliki orang lain alias nggak pernah iri lantas menuntut tuhan dan menghalalkan segala cara agar bisa sama dengan orang lain”

“Jadi kesimpulane Sof, Tuhan iku mencintai hambanya dengan cara yang berbeda-beda, sebagaimana mbah sular iki di setting tuhan agar menjadi manusia yang ajeg dalam bekerja,yang istiqomah dalam beribadah, Tuhan secara langsung atau tidak langsung menjaga Mbah sular agar tidak menjadi manusia matrealistis penghamba harta dan kenikmatan dunia, yang kalau sudah kelewatan batas tega mencurangi orang bahkan membunuh hanya sekedar untuk menuruti nafsunya”

Sofi pun mulai diam dan merenungi perkataan panjol yang dalam itu dan mulai memahami perkataan Panjol lalu nyeletuk.

“Aku juga punya pemikiran mungkin di Akhirat nanti Mbah sular iku derajate tinggi karena hatinya yang bersih dan seperti menikmati banget perane sebagai hamba Allah, datang ke masjid dengan kaki yang pecah-pecah serta baju yang compang-camping terlihat ibadahe ikhlas banget buat Allah, dan masa bodoh akan penilaian orang”.

Kedua remaja itu pun selesai dengan pembicaraan mendalamnya dan saling menyetujui akan kesimpulan bahwa Tuhan itu mencintai hambanya dengan cara yang berbeda-beda dan unik, dan sebagai manusia yang di bekali akal seharusnya kita merenungi tentang cara Tuhan mencintai mahluk, dan tidak termakan bisikan setan yang selalu menakut-nakuti kita tentang masa depan yang buruk padahal belum terjadi dan membuat kita frustasi seolah kita tidak punya tuhan, padahal Allah itu sangat dekat dan sekali-kali tidak pernah benci pada hambanya.

Komentar